Senin, 01 Mei 2017

Ibu Hamil Dengan Hipertensi


1. Kehamilan Normal
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Saifuddin, 2009).
Pengetahuan tentang kondisi fisiologis pada awal kehamilan penting untuk memahami tanda dugaan, tanda kemungkinan, dan untuk mengetahui adanya kelainan kehamilan (Varney, dkk, 2007).
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap kehamilan perlu dilakukan secara teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan kondisi fisik dan mental ibu selama kehamilan dengan seoptimal mungkin. Selain itu juga untuk mendeteksi dini adanya tanda bahaya maupun komplikasi yang dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati (Marmi,2011).
Tanda bahaya kehamilan yang sering terjadi antara lain perdarahan
pervaginam, hiperemesis gravidarum, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak pada wajah dan ekstremitas, gerakan janin yang terasa, nyeri perut hebat, dan hipertensi dalam kehamilan (Sulistyawati, 2009).
2. Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 20% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu penyebab tertinggi mortalitas dan mordibitas ibu bersalin. Hipertensi sendiri merupakan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali (Edwin, 2013).
Terdapat lima jenis penyakit hipertensi menurut Fadlun (2013) yang menjadi penyulit kehamilan, antara lain :
a. Hipertensi gestasional.
b. Preeklamsia.
c. Superimposed preeklamsia.
d. Hipertensi kronik.
e. Eklamsia.
3. Hipertensi Kronik
a. Pengertian
Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan. Apabila tidak diketahui sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu (Saifuddin, 2009).
Signifikansi setiap pengukuran tekanan darah berhubungan dengan usia gestasi dalam kehamilan dan umumnya semakin awal hipertensi terjadi dalam kehamilan, semakin besar kemungkinan hipertensi tersebut menjadi kronik. Sebagian besar ibu dalam kelompok ini menderita hipertensi essensial meskipun banyak diantara mereka yang baru didiagnosis pertama kali saat mereka dalam keadaan hamil (Robson, 2010).
b. Etiologi
Hipertensi kronik dapat disebabkan oleh faktor primer yaitu idiopatik sebesar 90 % dan faktor sekunder 10 % berhubungan dengan penyakit ginjal, endokrin, dan pembuluh darah (Saifuddin, 2009).
c. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori yang banyak dianut menurut Saifuddin (2009) adalah:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4) Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
5) Teori defisiensi gizi
6) Teori inflamasi
d. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang lazim di jumpai pada hipertensi kronik menurut Edwin (2013) adalah:
1) Usia: primigravida dengan usia dibawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia diatas 35 tahun dianggap lebih rentan.
2) Predisposisi genetik: bukti adanya pewarisan genetik disebabkan
oleh turunan resesif.
3) Komplikasi Obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops fetalis
4) Kondisi medis yang sudah dialami sebelumnya: hipertensi kronik, penyakit ginjal, diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus (SLE), antifossolipid antibodi.
5) Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
6) Obesitas
7) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya.
e. Keluhan Subjektif
Keluhan yang biasanya di rasakan oleh ibu hamil yang menderita hipertensi kronik adalah pusing, penglihatan kabur, nyeri epigastrium, sakit kepala, dan sulit tidur (Fraser, 2009).
f. Tanda Klinis atau Laboratorium
1) Tanda klinis
Tanda klinis pada kasus hipertensi kronik menurut Benson (2009) adalah :
a) Hipertensi yang tercatat sebelum konsepsi.
b) Hipertensi pada umur kehamilan 6 minggu setelah melahirkan.
2) Tanda Laboratorium
Menurut Edwin (2013) dan Saifuddin (2009) dalam pemeriksaan
penunjang ibu hamil dengan hipertensi kronik yang perlu diperiksa antara lain:
a) Analisis urin: proteinuria biasanya menunjukkan adanya pre-eklamsia yang terjadi bersamaan dengan hipertensi kronik.
b) Darah rutin (Hb, hematokrit, trombosit)
c) Fungsi hepar
d) Elektrokardiografi
e) Fungsi ginjal (kadar serum kreatinin, asam urat)
f) Ultrasonografi
g. Prognosis
1) Penderita hipertensi ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan perinatal survival sekitar 95 – 97 %.
2) Prognosis bisa semakin memburuk apabila:
a) Hipertensi semakin ganas.
b) Komplikasi maternal dan perinatal semakin berat.
c) Sering terjadi pada multipara, umur diatas 30 tahun dan tekanan darah diatas 190/120 mmHg.
d) Menimbulkan gangguan lebih berat terhadap:
(a) Insufisiensi plasenta: IUGR (Intrauterine Growth Retardation) atau BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), prematuritas sampai IUFD (intrauterine fetal distress).
(b) Terhadap sistem saraf pusat seperti oedema, perdarahan, nekrosis otak dan kegagalan kardiovaskular.
Manuaba (2007)
h. Komplikasi
Hasil perinatal pada hipertensi kronik ringan cukup baik. Namun demikian, mordibitas dan mortalitas perinatal meningkat pada mereka yang menderita hipertensi kronik berat atau yang dipersulit preeklamsia. Komplikasi lain yang tidak berkaitan dengan kehamilan dan meliputi gagal ginjal serta perdarahan serebral (Fraser, 2009).
i. Penatalaksanaan dan Pengobatan
1) Kehamilan sampai viable time dengan cara :
a) Pengaturan pola hidup : diet rendah garam, pengaturan berat badan, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol dan kafein yang berlebih.
b) Lebih banyak istirahat tirah baring.
c) Memberikan obat untuk mempertahankan kehamilan (Glukokortikoid) bila umur kehamilan preterm.
Manuaba (2007)
2) Memberikan obat anti hipertensi
Menurut Saifuddin (2009) terapi antihipertensi seperti:
a) Sentral α2- antagonis: Methyldopa dengan dosis 500 mg/3x per hari, maksiml 3 gram per hari.
b) Calcium – channel – blockers : Nifedipin dengan dosis bervariasi antara 30-90 mg/hari.
c) Diuretik thiazide: tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah uteroplasenta.
Pada kasus Ny. E G2P1A0 hamil 22 minggu dengan hipertensi kronik di RSUD Banyudono menggunakan terapi oral antihipertensi menurut Manuaba (2007) yaitu Metyldopa dengan dosis 250 mg/3x perhari dengan dosis maksimal 4 mg/hari.
3) Terminasi kehamilan pada hipertensi kronik yaitu apabila :
a) Maternal terjadi kegagalan fungsi organ vital seperti: sistem sistem saraf pusat, kegagalan fungsi ginjal dan kegagalan fungsi hepar; pengobatan konservatif gagal dengan semakin meningkatnya tekanan darah dan terjadi perubahan yang memberatkan; dan terjadi superimposed preeklamsia.
b) Fetal terjadi pergerakan janin makin menurun, pertumbuhan janin terhambat, keberhasilan janin hidup sulit dijamin karena faktor prematuritas.
Bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk, maka segera diterminasi dengan induksi persalinan ataupun persalinan pervaginam (Saifuddin, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar